KATA-KATA BIJAK DAN MOTIVASI

GANTI JENIS DAN BENTUK HURUF

Jumat, 30 Desember 2011

HERBERT SIMON (PERAIH NOBEL EKONOMI TAHUN 1978)

Herbert Alexander Simon (15 Juni 1916 – 9 Februari 2001) adalah peneliti di bidang psikologi kognitif, ilmu komputer, administrasi umum, ekonomi dan filsafat. Pada tahun 1975, Simon mendapat penghargaan Turing Award dari ACM, bersama Allen Newell atas jasanya dalam memberikan kontribusi yang besar di bidang kecerdasan buatan, psikologi manusia dan pengolahan senarai. Pada tahun 1978 Simon juga mendapat penghargaan Nobel di bidang Ekonomi, atas penelitiannya di bidang pengambilan keputusan pada organisasi ekonomi. Salah satu konsep temuannya antara lain adalah istilah rasionalitas terbatas dan keterpuasan (satisficing).

Herbert Simon lahir di Milwaukee, Wisconsin pada tahun 1916. Ia meraih gelar sarjananya pada tahun 1936 dari University of Chicago. Kemudian ia meraih gelar Ph.D. di bidang Ilmu Politik dari universitas yang sama pada tahun 1942, dengan disertasinya mengenai administrasi umum. Disertasinya ini kemudian diterbitkan dengan judul Administrative Behavior, dan konsep-konsep yang dikembangkan dalam buku inilah yang akhirnya membuat Simon menerima penghargaan Nobel. Simon sempat bekerja di Berkeley dan di Illinois Institute of Technology. Sejak tahun 1949, Simon bekerja di Carnegie Mellon University hingga wafat.

Pada tahun 1956, bersama Allen Newell, Simon mengembangkan Logic Theory Machine dan program General Problem Solver (GPS) pada tahun 1957. GPS adalah metode penyelesaian masalah dengan cara memisahkan strategi pemecahan permasalahan dari informasi/data yang spesifik tentang masalah itu sendiri. Kedua program ini dikembangkan dengan menggunakan bahasa IPL (Information Processing Language) tahun 1956 yang dikembangkan oleh Newell, Cliff Shaw dan Simon. Dalam buku The Art of Computer Programming vol 1, Donald Knuth menyebutkan bahwa pengolahan senarai dalam IPL dengan senarai berkait awalnya disebut sebagai "NSS memory", yang merupakan singkatan dari nama-nama penemunya.

Salah satu kiasan generatif untuk karya Herbert Simon yaitu rasionalitas terbatas adalah maze (tempat yang penuh dengan jalan dan lorong berliku-liku dan simpang siur). Kita berada dalam maze, tidak melihatnya dari atas helikopter untuk mensurvei semua pilihan dari sudut pandang seorang pemain Olympiade. Seseorang tidak dapat melihat semua kemungkinan pada waktu orang lain, seseorang tidak mengetahui probabilitas hasil yang diberikan dari pilihan seseorang, dan seseorang tidak memiliki kapasitas komputasional untuk menentukan suatu hasil yang optimal bahkan bila ia memiliki informasi mengenai hal ini. Oleh karenanya, kapasitas kita untuk perilaku rasional sangatlah terbatas dalam banyak dimensi.

Saat Simon tidak secara langsung mengarah kepada permasalahan pembangunan ekonomi, karyanya telah merintis kritik terhadap pembuat keputusan rasional secara substantif yang termanifestasi dalam model-model perencanaan, model-model dorongan besar, dan lebih umum lagi, dalam ambisi alasan teknokrasi. Suatu kontras dari berada dalam maze dibandingkan di atas maze merupakan suatu model mental yang berguna untuk menjelaskan dan membandingkan strategi-strategi pertumbuhan yang dalam kenyataannya tidak seimbang dengan mimpi-mimpi program pembangunan komprehensif.


Teori Pilihan Rasional

Penjelasan teoritik dari menonjolnya kepentingan pribadi, kelompok, atau partai dalam dunia politik justru lahir pertama kali dari seorang ahli ekonomi, yaitu James Buchanan. Ia telah memasukkan unsur-unsur pertimbangan ekonomis dalam perlikau para politikus yang kemudian dikenal sebagai "Teori Pilihan Rasional" (Rational Choice). Teori inilah yang menghantarkannya sebagai salah satu penerima hadiah Nobel dalam ilmu ekonomi. Teorinya ini kemudian juga dianggap melahirkan disiplin ilmu ekonomi-politik.

Dalam teori tersebut, Buchanan mengatakan, adalah sebuah pilihan yang rasional jika seseorang terjun ke dunia politik terutama memperjuangkan kepentingan pribadinya. Perjuangan kepentingan individu para politikus tersebut di samping bisa bertentangan dengan kepentingan masyarakat atau mereka yang diwakilinya, bisa juga menciptakan hal-hal yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.

Sebagai contoh, jika seorang anggota DPRD melihat jalan-jalan di kotanya rusak, sehingga ia tak nikmat menyetir mobil, dan lalu mengusulkan perbaikan jalan kepada wali kota, maka bukan hanya si anggota DPRD yang diuntungkan, tetapi juga masyarakat umum di kota itu. Jika demikian yang terjadi, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan adanya motivasi kepentingan pribadi dalam diri politikus.

Teori ini sebenarnya mirip dengan teori ekonomi klasik yang pertama kali dikemukakan oleh bapak ilmu ekonomi Adam Smith. Smith juga mengatakan bahwa pemerintah tidak usah repot-repot mengatur masyarakat, khususnya di bidang ekonomi, karena individu-individu dalam masyarakat akan memperjuangkan kepentingan ekonominya sendiri-sendiri. Perjuangan kepentingan ekonomi individu-individu itu di samping menciptakan persaingan, juga menciptakan ketergantungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme. Untuk memperjelas hal tersebut, Adam Smith pernah menulis begini: ".... Jika seorang membuat roti untuk dijual kepada orang lain, maka motivasinya bukan karena ia orang baik hati yang tak ingin melihat orang lain kelaparan, melainkan karena ia sendiri butuh uang untuk makan yang bisa ia dapat dengan membuat dan menjual roti itu."

Dalam perkembangannya, memang banyak yang tidak setuju dengan pandangan Buchanan ini. Fakta membuktikan bahwa perjuangan kepentingan pribadi para politikus tersebut seolah tanpa batas dan jarang sekali yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.

Rasionalitas Terbatas (Bounded Rationality)

Sedikit berbeda dengan James Buchanan, ahli ekonomi politik yang lain, yaitu Herbert Simon yang juga pemenang hadiah Nobel untuk ilmu ekonomi mengemukakan teorinya yang disebut sebagai "Teori Pilihan Rasional yang Terbatas" (Bounded Rationality Theory). Dalam teori yang melengkapi bahkan menyangkal teori Buchanan, Herbert Simon menyatakan bahwa pilihan rasional para politikus yang memperjuangkan kepentingan pribadi atau golongan lebih utama dari kepentingan masyarakat akan secara otomatis atau alamiah dibatasi.

Pembatas dari pilihan rasional para politikus berupa motivasi kepentingan pribadi adalah kenyataan bahwa masyarakat ternyata selalu ikut mengawasi perilaku para politikus dan tak segan-segan memberi "hukuman" jika memandang perilaku mementingkan diri sendiri dari para politikus itu sudah keterlaluan.
Bentuk hukuman publik yang paling biasa adalah tidak memilih lagi si politikus itu pada pemilihan umum berikutnya. Oleh karena itu, menurut Herbert, dalam kenyataannya si politikus akan mencoba mencari keseimbangan antara memperjuangkan kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat umum, khususnya yang mereka wakili atau yang memilih mereka.

Pandangan Herbert Simon ini tampaknya juga berlaku pada politikus Indonesia, baik pada pemilu legislatif, pemilu presiden putaran pertama bahkan juga pada pemilu presiden putaran kedua. Pada pemilu legislatif, temyata hanya diwarnai protes-protes kecil dari partai yang kalah. Tidak sampai terjadi keributan yang besar dari partai yang kalah dalam pemilu. Mengapa demikian? Karena partai-partai itu sadar bahwa jika mereka terlalu menampakkan motivasi mengejar kepentingan partai dengan main protes sana-sini dan bahkan dengan aksi kekerasan, maka mereka justru tidak mendapat simpati dari masyarakat pada pemilu berikutnya.

Demikian juga pada pemilihan presiden putaran pertama. Awalnya tampak calon-calon presiden yang gagal memprotes hasil perhitungan suara dengan berbagai dalih. Namun pada akhirnya mereka menyerah dan menyatakan menerima hasil penghitungan suara dan memberi selamat pada calon yang masuk putaran kedua.

Mengapa demikian? Karena para calon yang gagal masuk putaran kedua itu sadar bahwa jika mereka terlalu ngotot memperjuangkan kepentingan dirinya sendiri dengan cara memprotes hasil perhitungan suara, maka hal itu justru akan menjadi bumerang. Dalam arti, mereka tak akan mendapat simpati dari para pemilih atau masyarakat pada pemilihan presiden periode berikutnya.


STUDI KASUS
Persiapan Pemilu 2009

Harap-harap cemas yang lain adalah ekonomi di tahun 2008, akan dipengaruhi oleh suhu politik yang memanas karena antarpara pelaku politik sudah memulai ancang-ancang untuk bisa merebut posisi pada pemilihan umum di tahun 2009. Masalah ini sebagian sudah disinggung dalam tulisan Didik J Rachbini "Ekonomi Politik 2008" (Suara Merdeka, 22 Desember 2007). Tetapi tulisan Didik J Rachbini tersebut hanya menyinggung aspek politik menjelang Pemilu 2009 yang akan mempengaruhi ekonomi Indonesia 2008 hanya dari sisi gesekan antarelite politik. Menurut Didik pandangan optimistis menyatakan bahwa kondisi akan aman-aman saja karena kita sudah punya pengalaman reformasi dan gejolak pilkada di berbagai daerah, yang ternyata membuat para pelaku bisnis sudah mulai biasa dengan gejolak politik.

Sedangkan pandangan pesimistis menyatakan bahwa akumulasi kekecewaan publik pada kinerja pemerintah yang lamban dalam kebijakan ekonomi akan benar-benar membuat suhu politik memanas, dan akan mempengaruhi lingkungan dunia usaha di tahun 2008. Satu haI yang tidak disinggung dalam tulisan Didik tersebut adalah bahwa para pelaku politik khususnya yang sekarang sedang berkuasa akan tetap berusaha berkuasa kembali dengan memenangkan pemilu tahun 2009. Berbagai teori ekonomi politik dengan mudah menjelaskan hal itu.

Pertama,teori Pilihan Rasional James Buchanan yang menyatakan bahwa seseorang terjun ke dunia politik karena ia seorang rasional yang memperjuangkan kepentingan pribadinya. Kepentingan pribadi tersebut tidak selalu bertentangan dengan kepentingan umum. Misalnya jika seorang anggota DPRD menyetir mobil melewati jalan yang rusak kemudian ia mengusulkan kepada walikota supaya jalan itu diperbaiki maka perbaikan jalan itu juga menguntungkan masyarakat umum.

Kedua, teori Rasionalitas Terbatas Herbert Simon. Teori ini menyatakan, kepentingan pribadi seorang politikus dalam perjuangan politiknya akan dibatasi oleh penilaian masyarakat akan kinerjanya. Kinerja yang dimaksud adalah apakah ia cukup memperjuangkan kepentingan masyarakat yang diwakilinya atau tidak.

Namun, yang penting kedua teori tersebut menjelaskan bahwa kepentingan pribadi para politikus yang sekarang berkuasa untuk memenangkan kembali Pemilu 2009 akan membuat arah kebijakan makro ekonomi 2008 menjadi tidak on the track. Yang dimaksud tidak on the track adalah kebijakan ekonomi akan memihak kepada rakyat (populis) dalam rangka menarik simpati masyarakat.

Tetapi kebijakan itu sifatnya instan dan keluar dari jalur perencanaan ekonomi jangka panjang. Akibatnya stabilitas ekonomi makro yang mulai terjaga bisa terganggu. Kebijakan struktural jangka panjang seperti penanggulangan kemiskinan dan pengangguran juga bisa terganggu. Kalau hal itu terjadi maka kepastian bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi Indonesia yang mendasar iuga akan terganggu. Ini yang perlu diawasi dan diwaspadai di tahun 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Seberapa sukakah anda dengan pelajaran ekonomi ?

HOSTING GRATIS